LUMINASIA.ID,MAKASSAR - Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar terus memperkuat langkah preventif dalam mencegah kekerasan terhadap anak, khususnya kasus kekerasan seksual yang masih menjadi perhatian serius di tengah masyarakat.
Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menegaskan bahwa perlindungan anak tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus dijalankan melalui kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, lembaga masyarakat, dunia pendidikan, komunitas, dan keluarga.
Hal tersebut disampaikan Munafri saat menjadi narasumber dalam Workshop Ruang Publik Ramah Anak: Upaya Preventif dan Responsif terhadap Kekerasan Seksual, yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kota Makassar di Baruga Anging Mammiri, Minggu (25/10/2025).
“Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan, organisasi perempuan, tokoh agama, hingga media harus bergerak bersama,” tegas Munafri di hadapan peserta.
Dalam paparannya, Munafri menekankan bahwa keluarga merupakan benteng pertama perlindungan anak. Ia menilai pentingnya pengawasan berbasis kasih sayang, pendidikan moral sejak dini, serta komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak.
“Orang tua harus membangun komunikasi yang hangat dan ruang aman bagi anak. Jangan biarkan mereka kehilangan arah dalam pergaulan bebas. Edukasi dan nilai moral harus ditanamkan sejak dini,” ujarnya.
Munafri juga menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi karena lemahnya edukasi keluarga dan minimnya keberanian anak untuk bercerita.
Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Pemkot Makassar telah menyediakan berbagai layanan terpadu untuk menangani kasus kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, maupun diskriminasi terhadap anak dan perempuan.
Layanan tersebut melibatkan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), layanan psikologis dan hukum, hingga akses pelaporan cepat melalui aplikasi Lontara Plus dan Call Center 112.
“Pendampingan psikologis dan hukum, rehabilitasi, serta reintegrasi anak korban kekerasan dijalankan 24 jam penuh. Kami ingin memastikan korban mendapat perlindungan menyeluruh,” jelas Munafri.
Wali Kota Makassar juga menegaskan pentingnya sinergi multipihak dalam upaya perlindungan anak. Ia menjelaskan bahwa pemerintah berperan dalam kebijakan dan anggaran, sementara masyarakat, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan media turut berperan dalam edukasi serta pengawasan sosial.
“Keterlibatan tokoh agama dan pendidik sangat penting untuk memperkuat nilai moral. Media dan dunia usaha juga harus ikut mengampanyekan perlindungan anak melalui program dan dukungan CSR,” katanya.
Sebagai langkah pencegahan, Pemkot Makassar menghadirkan Ruang Publik Ramah Anak (RPRA) di berbagai wilayah permukiman. Konsep RPRA dirancang untuk menjamin hak anak bermain dan berekspresi secara aman dengan pengawasan yang memadai.
Ruang publik tersebut terintegrasi dengan fungsi edukasi, sosial, dan kesehatan, serta melibatkan komunitas lokal. Beberapa wujud nyata program ini antara lain Lorong Ramah Anak, Taman Tematik Edukatif, Car Free Day Lorong, Ruang Laktasi Publik, dan Lorong Bebas Asap Rokok.
“RPRA menjadi ruang aman yang tidak hanya melindungi anak, tetapi juga memperkuat peran keluarga dan komunitas dalam menciptakan lingkungan yang sehat,” tutur Munafri.
Ia juga memaparkan data UPTD PPA Kota Makassar yang mencatat, sepanjang Januari hingga Oktober 2025 terdapat 134 kasus kekerasan seksual terhadap anak, terdiri atas 112 korban perempuan dan 22 korban laki-laki.
Seluruh korban telah menerima layanan pemulihan, mulai dari asesmen psikologis, pendampingan hukum, hingga perlindungan sementara dan reintegrasi sosial.
Selain langkah penanganan cepat, Pemkot Makassar juga aktif melakukan edukasi perlindungan anak di 15 kecamatan, sosialisasi RPRA di tingkat kelurahan, serta pelatihan keamanan bagi pengelola fasilitas publik. Program ini turut melibatkan akademisi, lembaga sosial, dan komunitas masyarakat.
Munafri menegaskan bahwa penguatan nilai dan komunikasi dalam rumah tangga adalah fondasi utama pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
“Perlindungan anak adalah isu kemanusiaan, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Penanganannya harus melibatkan semua pihak, terutama keluarga dan komunitas,” ujarnya.
Ia juga mengajak Muslimat NU dan jaringan organisasi perempuan menjadi mitra pemerintah dalam memperkuat edukasi dan kesadaran masyarakat di tingkat kelurahan.
Di akhir paparannya, Munafri mengingatkan agar upaya perlindungan anak tidak berhenti pada kegiatan seremoni.
“Ini bukan kegiatan seremonial semata. Harus ada aksi nyata yang berkelanjutan. Pemerintah akan memastikan edukasi dan materi pencegahan kekerasan seksual benar-benar sampai ke masyarakat,” tutup politisi Partai Golkar itu.
