LUMINASIA.ID - Dunia kehumasan adalah dunia yang rumit. Wajib bisa menjaga nama baik perusahaan, sekaligus bisa berkawan baik dengan jurnalis, dan pihak luar yang berhubungan dengan perusahaan.
Humas adalah citra perusahaan.
Jika bicara tentang kehumasan, sangat melekat kepada Corporate Communication - AVP Communications Circle Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, Andi Nataziah.
Berkarier lebih dari 15 tahun di dunia kehumasan membuat Nataziah paham betul bahwa dunia komunikasi bukan sekadar soal berbicara atau mengirim siaran pers.
Ada seni membaca situasi, menjalin relasi, dan kini bisa memanfaatkan perkembangan teknologi yang terus berubah, termasuk kehadiran Artificial Intelligence (AI).
Demikian dikisahkan Nataziah, saat berbincang dengan LUMINASIA.ID, Kamis (12/6/2025).
Ia berbagi pandangannya tentang bagaimana komunikasi korporat terus berevolusi di tengah derasnya arus digitalisasi, utamanya AI.
"Kadang orang berpikir PR itu cuma bikin press release atau tampil di media. Padahal jauh lebih dari itu," tutur Nataziah.
Serius menekuni dunia kehumasan, Nataziah mengambil S1 di pendidikan komunikasi dari Universitas Merdeka Malang dan S2 di bidang corporate communication.
"Jadi dari sisi pendidikan itu memang udah memperdalam secara teori di komunikasi, dunia komunikasi.
Dari sisi pekerjaan, memang awal-awal terjun sudah masuk ke dunia kehumasan juga, komunikasi.
Jadi terbentuklah dari sisi pendidikan plus pengalaman di dunia kerjaan," lanjutnya.
Nataziah sudah menyelami dunia kehumasan sejak awal kariernya.
Ia pernah merasakan bagaimana dunia hotel di Malang, sebelum kemudian menjadi bagian dari Indosat.
Lalu berputar di industri properti di GMTD, hingga akhirnya kembali ke pangkuan telekomunikasi di Indosat.
"Banyak ilmu dari sisi dan juga kayak ternyata tuh yang kita lakuin kalau misalnya di Telco berbeda dengan yang di perhotelan. Yang kita lakuin di perhotelan juga beda dengan di dunia misalnya kayak properti gitu loh. Ini memerlukan banyak apa ya? Jadi kita harus kreatif. Kita harus bisa membaca situasi, relationship juga harus terus ditingkatkan terutama dengan teman-teman media gitu kan ya. Dan kita juga harus upgrade, upgrade diri gitu loh," ujarnya.
Bicara soal kehumasan di era digital, sulit menghindari topik tentang AI. Banyak yang takut AI akan menggantikan peran manusia, tapi tidak bagi Nataziah.
"AI itu bukan musuh. Justru dia asisten pintar kita," katanya sambil tersenyum.
Dalam pekerjaan sehari-harinya, AI banyak membantu dalam proses monitoring media.
Misalnya, ketika perusahaan perlu mengetahui tone pemberitaan, memantau tren isu di media sosial, atau merangkum laporan dalam waktu cepat.
"Dulu kami klipping berita pakai kertas koran, digunting, ditempel.
Sekarang? Cukup klik, semua data langsung terakumulasi dan dianalisis AI," kenangnya.
"AI itu sangat membantu pekerjaan. Akan ada efisiensi waktu, mempersingkat pekerjaan. Kami misalnya pegang di corcom monitor pekerjaan di seluruh Indonesia. Kalau tanpa tools AI, harus manual itu sangat lama. Dengan AI monitoring sangat mudah dan sangat cepat," tambahnya.
"Di kantor yang sekarang Indosat kita mengimplementasikan banyak sekali AI. Selain dari corcom juga di purchasing, network, dan grup lain," paparnya.
Saat ditanya bagaimana menggambarkan pekerjaan kehumasan di era digital ini, ia menjawab dengan perumpamaan sederhana: seperti main musik.
“Harus tahu kapan nada tinggi, kapan nada rendah, kapan harus improvisasi, dan yang paling penting: tetap jaga harmoninya,” tutupnya sambil terkekeh.
Namun meski dunia PR kini kental dengan teknologi, Nataziah percaya bahwa kunci utama tetap ada di sisi manusia.
Nataziah mengingatkan satu hal penting: AI itu cerdas, tapi tidak sempurna. Tetap butuh verifikasi manual. Jangan semua hasil AI langsung diterima mentah-mentah.
"AI bisa menganalisis data, tapi empati, insting membaca situasi, menjaga relasi, itu semua tetap pekerjaan manusia," pungkasnya.