Luminasia, Internasional - Seperti yang diberitakan sebelumnya, Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China kian memanas.
Situasi terakhir AS menetapkan tarif resiprokal sebesar 145% untuk semua produk asal China, sedangkan China membalas gerakan AS dengan kebijakan penerapan tarif 125% untuk seluruh produk yang masuk ke negaranya.
Permasalahannya perang dagang antar kedua negara ini dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump, dan kebijakan ini berpotensi menyebabkan kerugian besar terhadap sektor pertanian AS terlebih melihat China merupakan importir kedelai terbesar asal AS.
Selain itu, berdasarkan pengalaman pada 2018 lsaat kedua negara kali pertamanya terlibat perang dagang, sektor pertanian AS tercatat kehilangan potensi ekspor sebesar US$ 27 miliar atau 453,22 triliun (kurs Rp 16.786/dolar AS).
"Sektor pertanian AS kehilangan sekitar US$ 27 miliar selama perang dagang 2018, dengan 71% kerugian terkait kedelai," catat CNN dalam laporan yang dikutip Senin (14/4/2025).
Dilansir Detik.Com, selama perang dagang 'jilid satu' terjadi, China berusaha untuk mendiversifikasi sumber impor kedelainya. Salah satunya adalah Brazil yang kini sudah menjadi pemasok kedelai terbesar untuk China.
Dengan produksi kedelai yang diperkirakan akan terus meningkat, Brasil diproyeksikan mencapai rekor ekspor tertinggi ke China sepanjang masa tahun ini.
"Ekspor kedelai Brasil ke China telah tumbuh lebih dari 280% sejak tahun 2010 sementara ekspor AS tetap datar," jelas CNN dalam artikelnya.
Di lain pihak, dengan pemberlakuan tarif masuk hingga 125%, ekspor kedelai atau produk pertanian asal AS lain diperkirakan akan semakin anjlok hingga mendekati nol.
Hal ini membuat petani AS semakin terpukul, saat China memiliki pengganti sumber kedelai mereka.