Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Selatan membongkar praktik aborsi ilegal yang dilakukan di sejumlah kamar hotel di Kota Makassar. Ironisnya, praktik ini melibatkan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan di salah satu puskesmas.
Pengungkapan kasus bermula dari penyelidikan Unit Resmob Subdit I Ditreskrimum Polda Sulsel. Dari hasil pengembangan, polisi berhasil mengamankan empat orang terduga pelaku, termasuk seorang perempuan berinisial S, yang merupakan pelaku utama dan telah menjalankan praktik aborsi ilegal sejak tahun 2020. Salah satu pasiennya diketahui merupakan mahasiswi program pascasarjana (S2) dari universitas negeri ternama di Makassar.
Penggerebekan juga dilakukan di sebuah rumah di Jalan Tamalate, Kecamatan Rappocini, Makassar. Di lokasi tersebut, tim dari Dokpol, Inafis, dan Resmob Polda Sulsel menemukan barang bukti berupa janin hasil aborsi yang dikubur di halaman belakang rumah. Selain janin, turut disita kayu yang digunakan untuk menggali lubang serta berbagai alat bukti lainnya.
Menurut keterangan polisi, pelaku S kerap melakukan aksinya di kamar hotel di wilayah Kecamatan Panakkukang tanpa sepengetahuan pihak hotel. Pasien biasanya diminta datang langsung ke kamar hotel yang telah ditentukan. Dari lokasi lain, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti obat-obatan perangsang, handphone, serta percakapan digital antara pelaku dan pasien.
Tiga pelaku lainnya yang turut diamankan yakni seorang laki-laki berinisial Z, kekasihnya berinisial C (mahasiswi S2), serta seorang perempuan berinisial R yang berperan sebagai perantara atau penghubung antara pasien dan pelaku utama.
Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini adalah aborsi akibat kehamilan di luar nikah, dengan motif utama rasa malu dan tekanan sosial. Dalam setiap aksinya, pelaku mematok tarif antara Rp2,5 juta hingga Rp5 juta.
Panit I Resmob Polda Sulsel, IPDA Dendi Eriyan, menyampaikan bahwa pihaknya masih terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya korban maupun pelaku lain.
“Empat orang sudah kami amankan, dan semua akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Keempat pelaku saat ini tengah menjalani proses hukum dan dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Undang-Undang Kesehatan serta Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana beragam.