LUMINASIA.ID, MAKASSAR - Kepala Direktorat Pengawasan Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Uli Agustina, mengingatkan para investor muda agar tidak terjebak tren “Fear of Missing Out” (FOMO) dalam berinvestasi kripto.
Ia menekankan bahwa memahami risiko dan dokumen resmi sebelum memulai transaksi kripto sangatlah krusial, guna menghindari kerugian yang dapat berdampak panjang bagi keuangan pribadi.
“Untuk anak muda, sebaiknya tidak hanya ikut-ikutan FOMO karena melihat teman kanan-kiri. Jangan buru-buru buka akun dan masuk ke dalam transaksi yang belum dipahami. Penting bagi calon investor untuk mempelajari dokumen informasi, cetak biru pengembangan aset kripto (whitepaper), hingga risiko volatilitas harga dari aset yang akan dibeli,” kata Uli, dikutip dari Antara, Kamis (19/6).
Ia juga memberi contoh nyata dari pengalaman beberapa investor muda yang merugi karena tidak memahami risiko dari aset yang dibeli. “Saya pernah menerima pesan dari beberapa orang yang menangis karena uang kuliahnya habis digunakan untuk membeli aset kripto yang bahkan tidak diketahui nilai dan risikonya. Ini pelajaran bagi kita semua agar betul-betul memahami risiko sebelum memutuskan masuk ke dalam investasi digital,” ujar Uli.
Selain itu, Uli mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati saat mengakses platform kripto, khususnya ketika berada di jaringan internet publik atau WiFi terbuka yang rawan pencurian data pribadi.
Sejalan dengan itu, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkomdigi), Muchtarul Huda, juga menekankan bahwa literasi digital dan kesadaran terkait data pribadi harus terus ditingkatkan.
“Literasi digital itu sangat mendasar dan harus terus dikedepankan. Kita juga perlu memahami betapa berharganya data pribadi yang kita miliki dan menjaganya agar tidak jatuh ke pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Muchtarul, dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan bahwa risiko dari pembagian data pribadi yang tidak bijak dapat berujung pada tindak kejahatan siber, seperti phishing dan berbagai bentuk penipuan digital lainnya. Untuk itu, ia mengimbau masyarakat agar memanfaatkan fitur autentikasi dan verifikasi guna mengamankan akun digital mereka dari pihak-pihak yang tidak berwenang.
“Yang juga tidak kalah penting, masyarakat harus memahami sepenuhnya terkait hak sebagai subjek data pribadi, termasuk hak untuk mengakses, memperbaiki, menghapus, dan membatasi pemrosesan data pribadi. Kadang kita memberikan data tanpa memahami risiko maupun tanggung jawab dari pihak pengendali data. Padahal itu hal yang perlu dijaga bersama agar data pribadi tetap terlindungi dengan baik,” tegas Muchtarul.
Dengan edukasi yang kuat dan pemahaman menyeluruh, diharapkan para investor, khususnya generasi muda, dapat lebih bijak dan siap menghadapi risiko dari pesatnya perkembangan teknologi digital dan investasi kripto di Indonesia.