LUMNINASIA.ID, MAKASSAR — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan melakukan langkah-langkah lanjutan menyusul pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Langkah ini sejalan dengan tugas OJK dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan sistem perbankan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam pernyataannya Rabu (6/8/2025) menegaskan bahwa OJK memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang untuk mengambil kebijakan strategis yang diperlukan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Salah satunya, dengan mengevaluasi dan merevisi ketentuan yang mengatur rekening tidak aktif atau dormant.
“OJK dalam kewenangan berdasarkan Undang-undang akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk tetap melaksanakan tugasnya menjaga stabilitas sistem keuangan atau sistem perbankan. Termasuk di dalamnya adalah upaya kita untuk melakukan revisit peraturan-peraturan yang terkait dengan seluruh rekening, termasuk rekening dormant. Hal ini untuk memastikan hak-hak bank dan hak-hak nasabah semakin diperjelas,” ujarnya.
Rencana revisi ini mencuat setelah PPATK menghentikan sementara transaksi di sejumlah rekening dormant.
Kebijakan itu diambil sebagai langkah pencegahan terhadap penyalahgunaan rekening pasif oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, termasuk untuk kejahatan finansial seperti judi online dan tindak pidana pencucian uang.
Rekening dormant sendiri adalah rekening yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama tiga hingga 12 bulan. Jenis rekening ini bisa berupa tabungan perorangan, rekening giro, maupun rekening dalam bentuk valuta asing.
Meskipun dibekukan sementara, rekening dormant tetap dapat diaktifkan kembali oleh pemiliknya dengan mengikuti prosedur yang berlaku di masing-masing bank. PPATK memastikan bahwa dana milik nasabah di rekening tersebut tetap aman dan tidak hilang.
Namun, kebijakan tersebut menuai berbagai respons dari masyarakat. Presiden Prabowo bahkan telah memerintahkan PPATK untuk membuka kembali pemblokiran rekening dormant menyusul banyaknya kritik dari publik.
Di sisi lain, PPATK tetap menegaskan bahwa kebijakan pemblokiran itu didasarkan pada hasil analisis mendalam yang menunjukkan banyaknya penyalahgunaan rekening pasif sebagai penampung dana hasil kejahatan digital. Kebijakan tersebut dinilai sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan rencana revisi regulasi dari OJK, diharapkan pengawasan sektor perbankan menjadi lebih adaptif terhadap risiko kejahatan siber. Revisi ini juga diharapkan mampu memberikan kepastian hukum bagi nasabah serta memperkuat perlindungan bagi lembaga jasa keuangan.