Laporan: Geraldi Nugroho
LUMINASIA.ID- Setiap tanggal 4 Oktober, umat Katolik di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, membawa hewan peliharaan mereka ke gereja untuk diberkati.
Tujuannya bukan untuk dibaptis, melainkan sebagai bentuk syukur atas ciptaan Tuhan melalui pemberkatan khusus.
Biasanya, hewan seperti anjing, kucing, kelinci, dan burung dibawa ke halaman gereja untuk menerima percikan air suci dari pastor.
Tradisi ini merupakan bagian dari peringatan Hari Santo Fransiskus dari Asisi, santo pelindung hewan dan alam semesta dalam Gereja Katolik.
Tanggal 4 Oktober dipilih karena merupakan hari peringatan Santo Fransiskus dari Asisi.
Santo Fransiskus dikenal karena cinta dan kepeduliannya terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Melalui pemberkatan hewan, Gereja ingin membangun kesadaran umat untuk menjalin relasi penuh kasih dengan seluruh ciptaan Tuhan.
“Pemberkatan ini bukan pembaptisan. Baptisan adalah sakramen yang hanya diberikan kepada manusia karena manusia memiliki jiwa yang kekal,” jelas Romo Hani Rudi Hartoko, SJ, Pastor Paroki Katedral Jakarta.
Tidak semua gereja Katolik di Indonesia rutin menggelar pemberkatan hewan setiap tahun.
Biasanya hanya paroki-paroki tertentu seperti Katedral Jakarta yang mengadakan acara ini secara terbuka dan terjadwal.
Rangkaian kegiatan dimulai dengan ibadat singkat dan doa bersama, dilanjutkan pemberkatan hewan dengan air suci.
Beberapa paroki juga mendaraskan Doa Laudato Si yang disusun Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si: On Care for Our Common Home.
Doa tersebut menyerukan kepedulian terhadap bumi sebagai rumah bersama.
Pemberkatan hewan bukan sekadar simbol, melainkan juga mengandung pesan spiritual dan moral.
Melalui upacara ini, umat diingatkan akan tanggung jawab manusia untuk merawat dan melindungi ciptaan Tuhan.
“Ini adalah bentuk syukur atas alam ciptaan Tuhan, sekaligus pengingat bahwa manusia punya tanggung jawab besar terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain di sekitarnya,” ujar Romo Hani.
Santo Fransiskus dikenal sebagai pribadi sederhana yang mencintai alam dan semua makhluk.
Ia digambarkan berbicara kepada burung, menyapa serigala, dan melihat kehadiran Tuhan dalam segala ciptaan.
Gereja berharap umat Katolik menjadikan dia sebagai teladan dalam mencintai bumi dan seluruh makhluk hidup.
Doa dari Santo Fransiskus Asisi menjadi refleksi utama nilai-nilai tersebut:
TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputusasaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.Ya Tuhan Allah, ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur;
mengerti daripada dimengerti;
mengasihi daripada dikasihi;
sebab dengan memberi kita menerima;
dengan mengampuni kita diampuni;
dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal. Amin.
Jadi, apakah hewan dibaptis?
Jawabannya tidak.
Pemberkatan hewan bukan sakramen baptis, melainkan doa dan syukur atas keberadaan hewan dalam hidup manusia.
Gereja tidak mengajarkan bahwa hewan memiliki jiwa kekal seperti manusia.
Namun, hewan tetap dianggap sebagai bagian penting dari ciptaan Tuhan yang harus dihormati dan dijaga.
Di tengah krisis lingkungan global, tradisi ini juga menjadi simbol peringatan bahwa bumi memerlukan kepedulian.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si menekankan pentingnya tanggung jawab umat terhadap planet ini.
Pemberkatan hewan bukan hanya upacara penuh kasih, melainkan juga pendidikan iman dan moral tentang pentingnya hidup selaras dengan alam.
Melalui tradisi ini, Gereja mengajak umat untuk mencintai, merawat, dan menjaga seluruh ciptaan Tuhan sebagai wujud nyata iman yang hidup.