LUMINASIA.ID, MAKASSAR - Suasana tegang mewarnai halaman Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (21/8/2025), setelah Majelis Hakim membacakan putusan perkara perlawanan hukum warga Bara-baraya.
Sejak pukul 11.00 hingga 14.30 WITA, massa yang tidak puas dengan hasil persidangan melakukan aksi protes dengan melempar batu, membakar ban, hingga merusak sedikitnya lima unit mobil yang terparkir di area pengadilan.
Putusan hakim yang menyatakan gugatan perlawanan warga Bara-baraya tidak dapat diterima memicu kekecewaan mendalam.
Baca: Warga Barabaraya Long March Lagi, Masih Terkait Tanah
Warga yang hadir di lokasi menganggap putusan tersebut mengubur harapan mereka mendapatkan keadilan atas lahan yang selama ini mereka tempati.
Kekecewaan Warga
Kuasa hukum warga Bara-baraya, Muhammad Ansar dari LBH Makassar, menuturkan bahwa aksi spontan massa merupakan ekspresi dari kekecewaan mereka terhadap putusan hakim.
“Hari ini adalah putusan warga Bara-baraya terhadap perlawanan yang diajukan oleh warga.
Aksi yang dilakukan sebetulnya adalah untuk menjemput keadilan, keadilan bagi warga Barabaraya itu sendiri.
Namun ternyata harapan bahwa mereka mendapatkan keadilan itu pupus setelah hakim mengeluarkan putusannya,” kata Ansar.
Ansar menjelaskan, dalam amar putusan, hakim menolak permohonan provisi warga yang meminta penundaan eksekusi, serta menyatakan gugatan perlawanan tidak dapat diterima.
“Sejauh ini belum ada penjelasan kenapa tidak dapat diterima.
Dalam sistem pun putusan belum diunggah, sehingga kami belum tahu apa dasar pertimbangan hukum hakim,” ujarnya.
Menurut Ansar, upaya hukum masih terbuka melalui jalur banding hingga kasasi.
“Itu kemudian akan kami diskusikan kepada warga bahwa secara hukum kita berhak untuk mengajukan banding,” tambahnya.
Baca: Warga Tamalanrea Temui Wali Kota Makassar, Minta Proyek PLTSa Dibatalkan
Ia juga menguraikan, sengketa lahan Barabaraya melibatkan sekitar 38 tergugat, termasuk institusi TNI/Kodam, dengan luas lahan kurang lebih 3 hektare.
Kasus ini sudah bergulir sejak 2016 dan baru masuk pengadilan pada 2017.
“Sejak saat itu sampai sekarang, warga masih terus berperkara,” jelasnya.
Penjelasan PN Makassar
Di sisi lain, pihak Pengadilan Negeri Makassar menegaskan bahwa putusan hakim telah sesuai prosedur dan dibacakan melalui sistem E-Court.
Humas PN Makassar, Sibali, menyampaikan bahwa majelis hakim menolak seluruh dalil perlawanan warga.
“Dalam provisi, hakim menolak tuntutan penundaan eksekusi. Dalam pokok perkara, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima atau NO (niet ontvankelijk). Kedua, menghukum para pelawan membayar biaya perkara Rp340.000,” kata Sibali.
Dengan putusan ini, lanjut Sibali, proses eksekusi lahan dapat dilanjutkan, meski masih menunggu rapat koordinasi dengan aparat keamanan dan pemerintah setempat.
“Kalau secara hukum sudah kalah, karena perkara ini sejak 2019 sudah berjalan, bahkan sudah kasasi dan PK, semuanya ditolak.Jadi putusan ini sudah inkrah. Perlawanan yang baru juga sudah kalah,” jelasnya.
Terkait kericuhan, Sibali menyatakan kecewa dengan tindakan anarkis yang merusak fasilitas pengadilan dan mobil pribadi pegawai.
“Kami sangat kecewa dengan adanya tindakan anarkis semacam ini. Kita negara hukum, jadi tindakan-tindakan seperti itu harus dipertanggungjawabkan. Apalagi mobil yang dirusak adalah mobil pribadi, bukan mobil kantor,” tegasnya.
Sejumlah mobil dilaporkan mengalami kerusakan serius pada kaca depan dan bodi.
Nilai kerugian diperkirakan mencapai jutaan rupiah.
“Ada kaca pecah, bodi penyok. Ini mobil bagus semua, bisa sampai Rp9 juta kerugiannya,” kata Sibali.