Laporan Dian Aditya Ning Lestari
Luminasia.id, Makassar - Saat ini sedang terjadi kasus menarik di daerah Bone.
Ikving Lewa (alias Koko John), seorang pengusaha di Bone, didakwa sebagai bandar narkotika karena penemuan sabu dengan berat 7,6 gram (bruto).
Ditangkap 15 Januari 2024, Ikving Lewa disebut sebagai bandar besar atas temuan satu paket sabu.
"7,6 gram sabu itu termasuk berat pembungkus dari sabu tersebut, kami merasa tuntutan jaksa sangat besar untuk sabu berat 7,6 gram," ujar Buyung Hardjana Hamna, Ketua Tim Penasihat Hukum Ikving Lewa.
Setelah penangkapan, tiga hari kemudian ruko milik Ikving Lewa di Jl. Sudirman, Bone, digeledah oleh BNN Sulawesi Selatan.
Dalam penggeledahan tersebut, BNN disinyalir menggunakan anjing pelacak dan alat detektor.
"Tapi tidak ditemukan adanya sabu-sabu di ruko tersebut, karena itu kami merasa tidak adil Saudara Ikving Lewa disebut sebagai bandar besar, padahal tidak ada bukti," ujar Buyung.
Ikving Lewa kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan perkara ini diproses oleh Pengadilan Tinggi Watampone.
"Kami menyesalkan kehadiran massa dan tekanan massa, sampai demo. Karena kami merasa banyak berita miring dan penggiringan isu," tambah Buyung.
"Selama ini Penasihat Hukum mendiamkan berita yang berkembang. Tapi karena banyak pemberitaan yang tidak sesuai fakta, kami tidak bisa tinggal diam," papar Buyung.
"Dakwaan jaksa adalah atas barang bukti di atas 5 gram, padahal 7,6 gram bukanlah berat bersih, tapi bruto," kata Buyung.
"Selain itu, barang tersebut bukan milik terdakwa, tapi didapatkan dari orang lain. Selama penangkapan, disita 3 buah handphone. Anehnya, handphone tersebut tidak pernah dibuka selama penyidikan. Di dalam HP tersebut tidak ada screenshot percakapan Ikving Lewa dengan saksi yang dihadirkan. Tidak ditemukan bukti transaksi narkotika dalam HP," jelas Buyung.
Di persidangan sendiri ada dua orang saksi yang dihadirkan, yang kemudian mencabut keterangannya.
Saksi tersebut adalah Ilham dan Lukman, yang menyatakan pada saat pemeriksaan, mereka hanya disodorkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan disuruh tanda tangan tanpa mengetahui isinya.
Ilham dan Lukman mengaku tidak mengenal Ikving Lewa, tapi mengenal Muhammad Yunus.
Ilham dan Lukman sendiri merupakan "penempel" yang mendapatkan sabu dari Muhammad Yunus.
Muhammad Yunus sendiri mengaku merupakan admin dari Dardak.
Dardak inilah yang dikaitkan dengan terdakwa Ikving Lewa.
Muhammad Yunus ini diduga memesan paketan per 25 gram tiap 2 harinya sejak 25 September 2023.
Namun, Dardak mengakui sejak Juli dia sudah tidak bekerja dengan Ikving Lewa, sebagai penagih di toko bangunannya.
Dengan demikian, banyak ketidaksesuaian barang bukti dan fakta, sehingga Penasihat Hukum merasa ada konspirasi untuk menuduh Ikving Lewa.
Selain itu, ditemukan ada beberapa rekening, tapi tidak ada saksi yang menguatkan penggunaannya untuk transaksi sabu.
Karena itu, Kuasa Hukum meyakini Koko John bukan bandar, karena tidak ada bukti langsung.
"Saat ini ada dua yang digunakan untuk Ikving, yaitu Pasal 114 ayat 2 serta Pasal 138 bahwa Ikving Lewa merintangi penyidikan, padahal barang bukti kurang untuk meyakinkan tuduhan tersebut," ucap Buyung.
"Ada tekanan kelompok yang menggiring opini bahwa terdakwa adalah bandar besar, yang bahkan disebut pantas dihukum mati," ujar Kuasa Hukum Kedua Ikving, Sya'ban Sartono Leky.
"Padahal, klien juga sudah menyebutkan di pledoinya, fakta harus lebih kuat daripada tuduhan," tambah Sya'ban.
"Kita juga harus menggunakan asas praduga tak bersalah dalam kasus ini," pungkas Sya'ban.
"Tujuan kami mengadakan konferensi pers ini juga agar pendapat publik tidak berlebihan."
"Ikving sampai dimasukkan ke sel merah selama 40 hari, menurut kami perlakuan ini berlebihan dan tidak sesuai keterangan saksi dan bukti," papar Sya'ban.
"Selain itu, tuntutan 18 tahun terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan fakta persidangan yang ada," tutup Sya'ban.
Kasus narkoba Ikving Lewa telah diproses sejak 15 Januari 2024.
BNN mengaku penangkapan ini merupakan gebrakan, karena bandar besar di Bone telah tertangkap.
Hanya saja penasihat hukum mempertanyakan bukti dan saksi yang kurang.
Saat ini, ormas di Bone menekan agar hukum diberikan seberat-beratnya, bahkan jika perlu hukum adat akan diberlakukan.