LUMINASIA.ID, MAKASSAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (POJK UMKM).
Aturan ini menjadi langkah strategis untuk semakin memberdayakan UMKM, sekaligus memperkuat ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Penerbitan POJK UMKM juga selaras dengan agenda prioritas pemerintah dalam Asta Cita, yakni peningkatan lapangan kerja, percepatan pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan aturan baru ini diharapkan mampu menghadirkan kemudahan akses pembiayaan yang lebih inklusif.
“Dengan diberlakukannya POJK ini, bank dan LKNB diharapkan dapat menghadirkan pendekatan yang lebih inovatif untuk menyediakan produk keuangan sesuai kebutuhan setiap segmen UMKM. Mulai dari usaha mikro dan ultra mikro yang membutuhkan akses cepat dan mudah, hingga usaha kecil dan menengah yang memerlukan layanan lebih kompleks dan beragam,” ujar Dian, Sabtu (13/9/2025).
Hingga posisi Juli 2025, penyaluran kredit perbankan tumbuh 7,03 persen year on year menjadi Rp8.043,2 triliun.
Jika dilihat dari jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,42 persen, disusul kredit konsumsi 8,11 persen, sementara kredit modal kerja hanya 3,08 persen.
Dari sisi debitur, kredit korporasi meningkat 9,59 persen, sedangkan kredit UMKM hanya tumbuh 1,82 persen di tengah upaya pemulihan kualitas kredit UMKM.
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit tumbuh tinggi di sejumlah sektor. Pertambangan dan penggalian tercatat tumbuh 20,69 persen, jasa 19,17 persen, transportasi dan komunikasi 17,94 persen, serta listrik, gas, dan air 11,23 persen.
Dian menegaskan, POJK UMKM ini merupakan tindak lanjut amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Aturan ini telah melalui proses konsultasi dengan DPR RI. OJK berkomitmen mendukung program pemerintah dalam memperluas akses keuangan, mendorong inovasi pembiayaan berbasis digital, serta memastikan tata kelola yang sehat dalam pembiayaan UMKM. Harapannya, UMKM dapat semakin berdaya saing dan berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” jelasnya.
Dalam POJK ini, bank dan LKNB diwajibkan memberikan kemudahan akses pembiayaan melalui sejumlah kebijakan.
Antara lain penyederhanaan persyaratan atau kemudahan penilaian kelayakan UMKM, skema pembiayaan khusus sesuai karakteristik usaha, hingga penerimaan jaminan berupa kekayaan intelektual.
Selain itu, percepatan proses bisnis juga didorong melalui penggunaan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA).
OJK juga menekankan penetapan biaya pembiayaan yang wajar bagi UMKM serta mendorong bentuk kemudahan lain yang diinisiasi pemerintah maupun otoritas.
Dian menambahkan, aturan ini tidak hanya fokus pada aspek kemudahan, tetapi juga pada penerapan tata kelola dan manajemen risiko.
“Setiap bank dan LKNB diwajibkan menyusun rencana penyaluran pembiayaan kepada UMKM serta melaporkan realisasinya kepada OJK. Dengan begitu, transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga,” kata Dian.
POJK UMKM juga mengatur kolaborasi antarlembaga jasa keuangan, pemanfaatan teknologi digital dalam ekosistem pembiayaan, serta penegasan ketentuan hapus buku dan hapus tagih dalam pembiayaan UMKM.
Di samping itu, aturan ini mendorong peningkatan literasi keuangan, pelindungan konsumen, serta pemberian insentif bagi bank dan LKNB yang aktif menyalurkan pembiayaan.
Peraturan yang diundangkan pada 2 September 2025 ini mulai berlaku dua bulan sejak ditetapkan.
POJK ini mencakup bank umum, BPR, bank umum syariah, BPR syariah, serta LKNB konvensional maupun syariah.
Kategori LKNB yang dimaksud antara lain perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi informasi (pindar), perusahaan pergadaian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Dian menutup keterangannya dengan optimisme.
“Dengan terbitnya POJK UMKM, OJK ingin memastikan UMKM memiliki ruang lebih luas untuk berkembang. Melalui kolaborasi sektor jasa keuangan, pemerintah, dan dunia usaha, aturan ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem pembiayaan UMKM yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan,” pungkasnya.