LUMINASIA.ID, MAKASSAR - Pengelolaan sampah menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Makassar. Melalui kolaborasi dengan pihak swasta, upaya mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kini diperkuat dari hulu, yakni sejak rumah tangga dan kawasan industri.
Komitmen ini ditegaskan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, saat menghadiri penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Pengembangan Operasional Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Kawasan Industri Makassar (KIMA) antara PT Kawasan Industri Makassar (Persero) dan Pemerintah Kota Makassar. Kegiatan berlangsung di Hotel Dalton Makassar, Selasa (14/10/2025).
“Pentingnya pengelolaan dan penanganan sampah sejak dari rumah tangga dan juga di kawasan industri perusahaan,” ujar Munafri.
Ia menyampaikan, pengelolaan sampah berbasis TPS 3R di kawasan industri merupakan langkah konkret menuju sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Penandatanganan MoU ini menjadi awal dari kesepakatan penting dalam pengelolaan lingkungan, sejalan dengan fokus Pemkot Makassar terhadap penanganan sampah dari hulu.
“Kami tidak mungkin melaksanakan ini sendiri. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat agar mampu mengintervensi persoalan sampah secara menyeluruh,” jelasnya.
Munafri menjelaskan, TPS 3R di Kawasan Industri Makassar diharapkan menjadi contoh nyata pengelolaan sampah terpadu yang tidak hanya menekan volume sampah menuju TPA, tetapi juga memberi manfaat ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat sekitar.
Saat ini, Kota Makassar menghasilkan sekitar 1.000–1.300 ton sampah per hari, sementara luas area TPA Tamangapa hanya 19,1 hektare dengan tumpukan mencapai 16–17 meter. Jika tidak ada intervensi, TPA akan penuh dalam waktu kurang dari dua tahun.
“Kalau semua sampah ini menuju ke TPA, tidak lebih dari dua tahun TPA kita tidak bisa lagi dipakai. Karena itu, kami ingin memastikan hanya residu dari hasil pengelolaan yang akan sampai di TPA,” ujarnya.
Pemkot Makassar tengah mendorong sistem pengelolaan sampah terintegrasi hingga tingkat RT/RW, dengan kewajiban setiap wilayah memiliki komposter, ekoenzim, dan maggot untuk mengolah sampah organik. Sistem ini mampu mengurangi timbunan sampah secara signifikan. Maggot yang digunakan dapat menjadi pakan ikan atau ayam, bahkan diolah menjadi pupuk cair bernilai ekonomi tinggi.
Selain itu, optimalisasi bank sampah dan sistem pemilahan dua ember juga terus digencarkan. Sampah non-organik seperti plastik kini bernilai ekonomi karena beberapa perusahaan di Makassar rutin membeli plastik daur ulang dari masyarakat.
Munafri berharap, melalui kolaborasi antara PT KIMA, pemerintah, dan masyarakat, sistem TPS 3R di kawasan industri dapat menjadi model pengelolaan lingkungan yang efektif dan berkelanjutan, serta memperkuat visi Makassar menuju kota zero waste.
“Kita ingin agar setiap rumah tangga di Makassar mampu menjadi rumah tangga zero waste. Dari sinilah kita mulai, dari kebiasaan di rumah sendiri,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa pengelolaan sampah terpadu ini akan berkontribusi terhadap pengembangan urban farming di perkotaan. Hasil pengolahan organik dapat dimanfaatkan untuk pertanian lahan sempit, perikanan, dan peternakan unggas, sehingga tercipta integrasi antara ekonomi sirkular dan lingkungan berkelanjutan.
“Setelah penandatanganan ini, kita harus langsung turun ke lapangan dan memastikan bagaimana progres serta dampak nyata dari pembangunan TPS 3R di Kawasan Industri Makassar,” tegasnya.
Penandatanganan MoU ini turut dihadiri pimpinan PT KIMA, Ketua TP PKK Kota Makassar sekaligus Ketua Dewan Lingkungan Makassar Eco Circular Hub (MEC) Melinda Aksa, Kepala DLH Makassar Helmy Budiman, serta sejumlah SKPD lainnya.