LUMINASIA.ID, MAKASSAR - Ketegangan di Timur Tengah memuncak setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan udara besar-besaran ke tiga fasilitas nuklir Iran, Sabtu (21/6).
Serangan ini, yang disebut Presiden AS sebagai langkah strategis untuk menghentikan program nuklir Iran, langsung memicu reaksi dari Teheran. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) bahkan mengumumkan bahwa negara itu berada dalam status perang terbuka dengan AS.
Serangan AS terjadi hanya beberapa hari setelah Israel melakukan serangan mendadak ke puluhan target nuklir dan militer Iran pada 13 Juni 2025.
Israel berdalih bahwa serangan itu bertujuan menghancurkan program nuklir Iran yang diklaim Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dapat menghasilkan bom nuklir. Iran sendiri terus menegaskan bahwa teknologi nuklir yang dikembangkannya digunakan untuk tujuan damai.
Menanggapi serangan Israel, Teheran segera membalas dengan menghujani Israel dengan ratusan roket dan pesawat nirawak. Sejak itu, konflik AS–Iran–Israel terus memanas hingga menjalar ke berbagai titik di kawasan Timur Tengah.
Presiden AS Donald Trump, yang sejak lama menolak keberadaan nuklir Iran, sebelumnya memberi tenggat waktu hingga Kamis (19/6) bagi Teheran untuk bernegosiasi sebelum AS bertindak.
Namun, hanya berselang dua hari, AS memulai operasi pemboman dengan menjatuhkan amunisi GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) dari pesawat siluman B-2.
Bom seberat 13.000 kilogram itu menghantam tiga situs nuklir vital Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Menurut para ahli, daya ledak GBU-57 dapat menembus beton setebal 18 meter atau lapisan tanah sedalam 61 meter.
Serangan ini membuat Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) merespons dengan pernyataan tegas bahwa Iran kini berada dalam keadaan perang dengan AS. “Ini bukan lagi saling serang biasa. Ini sudah masuk fase perang terbuka,” kata seorang analis Timur Tengah dikutip dari Kompas.com, Minggu (22/6).
Pemerintah Israel juga segera menaikkan status siaga ke tingkat tertinggi. Kementerian Pertahanan Israel memerintahkan pembatalan seluruh kegiatan pendidikan, acara publik, dan kerja non-esensial guna mengantisipasi eskalasi lanjutan dari Iran dan sekutunya.
Serangan ini menjadi titik balik dari krisis panjang yang diawali dengan kegagalan negosiasi nuklir dan dapat berdampak signifikan bagi kawasan Timur Tengah maupun peta politik global.
Para pengamat menyebut, perang terbuka ini dapat membawa konsekuensi panjang bagi keamanan global dan stabilitas ekonomi, khususnya terkait dengan pasokan energi dari kawasan tersebut.