LUMINASIA.ID, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap adanya tiga modus baru penipuan di sektor keuangan yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Temuan ini didasarkan pada aduan masyarakat yang masuk sepanjang Agustus 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebutkan bahwa fenomena ini perlu diwaspadai karena memanfaatkan perkembangan teknologi digital untuk merugikan konsumen.
“Pada Agustus ini ada yang khusus melaporkan terkait AI, ada tiga pengaduan,” kata Friderica dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Kamis (4/9/2025).
Baca: Waspada Penipuan Baru! Modus Sewa Akun WhatsApp Dijanji Rp400 Ribu Sehari
1. Ancaman Sebar Foto yang Diedit dengan AI
Modus pertama berkaitan dengan penagihan yang dilakukan industri jasa keuangan. Pelaku memanfaatkan AI untuk mengedit foto pribadi korban, lalu menggunakannya sebagai alat ancaman.
Foto yang telah dimanipulasi tersebut biasanya ditampilkan dalam kondisi memalukan atau menyesatkan, dengan tujuan menakut-nakuti korban agar segera membayar tagihan. Cara ini dikategorikan sebagai praktik intimidasi digital yang merugikan secara psikologis maupun sosial.
“Foto diedit menggunakan AI untuk menakuti korban. Tujuannya menekan agar segera memenuhi permintaan pelaku,” jelas Friderica.
2. Pembukaan Rekening Palsu dengan AI
Modus kedua adalah penyalahgunaan data pribadi untuk membuka rekening palsu. Dengan teknologi AI, pelaku bisa memalsukan identitas melalui hasil rekayasa digital seperti KTP atau dokumen lain.
Hal ini memungkinkan pelaku membuka rekening tanpa sepengetahuan pemilik identitas asli, lalu digunakan untuk transaksi ilegal. Jika tidak diantisipasi, korban bisa menanggung kerugian besar karena namanya tercatat terlibat dalam aktivitas keuangan mencurigakan.
3. Pemalsuan Bukti Transfer
Modus ketiga adalah pemalsuan bukti transfer dengan teknologi AI. Pelaku menciptakan bukti transfer digital yang seolah-olah valid, padahal tidak ada dana yang benar-benar berpindah.
Pemalsuan ini umumnya digunakan untuk menipu pelaku usaha atau individu yang bertransaksi secara daring. Korban kerap lengah karena bukti transfer hasil rekayasa terlihat sangat meyakinkan dan sulit dibedakan dengan bukti asli.
Baca: Pengguna IM3 Makin Aman dari Scam dan Spam dengan Fitur SATSPAM, Ini Penjelasan dan Cara Aktifkan
Waspada Modus Digital
OJK menegaskan, maraknya penipuan berbasis AI menambah daftar panjang modus kejahatan yang sebelumnya sudah ada, seperti social engineering dan peretasan akun. Beberapa pelaku bahkan menyamar sebagai pihak resmi, seperti customer service lembaga keuangan, agen perjalanan, instansi pemerintah, hingga penyedia layanan internet.