Game Murder Mystery Disebut Picu Tragedi, Siswi SD di Medan Diduga Bunuh Ibu Kandung
MEDAN – Polrestabes Medan mengungkap motif di balik kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan seorang siswi kelas VI sekolah dasar berinisial A terhadap ibu kandungnya sendiri di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Calvijn Simanjuntak menyatakan, peristiwa tersebut dipicu oleh perlakuan korban yang kerap melakukan kekerasan serta ancaman kepada anggota keluarga, termasuk menggunakan senjata tajam.
“Timeline persiapannya bahwa perlakuan korban terhadap kakak, adik, dan ayah pernah mengancam ketiganya dengan pisau,” ujar Calvijn Simanjuntak di Polrestabes Medan, Senin (29/12/2025).
Dari hasil pemeriksaan penyidik, diketahui korban disebut sering melakukan kekerasan fisik terhadap anak-anaknya, termasuk memukul menggunakan sapu dan tali pinggang.
“Kakak sering dimarahi dan dipukul menggunakan sapu serta tali pinggang, sementara adik sering dimarahi dan dicubit,” jelas Calvijn.
Perlakuan tersebut, lanjut Calvijn, membuat A menyimpan amarah dalam waktu yang cukup lama hingga akhirnya memicu tindakan fatal.
Bahkan, A disebut pernah memiliki niat untuk melukai ibunya, namun tidak menemukan kesempatan yang tepat.
“Adik sudah lama terlintas berpikir untuk melukai korban, tetapi belum ada kesempatan,” ungkapnya.
Selain faktor kekerasan dalam rumah tangga, penyidik juga menemukan adanya pengaruh dari aktivitas A bermain game dan menonton tayangan tertentu.
Calvijn mengungkapkan, A merasa sakit hati setelah game online yang biasa dimainkan di ponselnya dihapus oleh sang ibu.
“Jadi anak atau si adik sakit hati karena game online-nya dihapus,” kata Calvijn.
Diketahui, A kerap memainkan game online Murder Mystery serta menonton serial anime, termasuk Anime Detektif Conan.
“Adik melihat game Murder Mystery pada season Kills Others menggunakan pisau dan juga menonton Anime Detektif Conan episode 271 yang menampilkan adegan pembunuhan dengan pisau,” paparnya.
Menurut Calvijn, adegan-adegan tersebut diduga menjadi pemicu yang menguatkan niat A dalam melakukan aksinya.
“Dari situlah si A termotivasi dan akhirnya menggunakan pisau untuk melakukan tindak pidananya,” lanjutnya.
Dalam penanganan perkara ini, kepolisian telah menetapkan A sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
Proses hukum dilakukan dengan mengedepankan sistem peradilan pidana anak serta pemenuhan hak-hak dasar anak.
“Tentang adik selama di kantor polisi, kami bersama pendamping memberikan hak mendasar seperti hak beribadah, bermain, berkomunikasi, memperoleh pendidikan, dan hak lainnya,” ujar Calvijn.
Diketahui, peristiwa tragis tersebut terjadi pada Rabu (10/12/2025) dini hari di rumah korban.
A disebut terbangun di tengah malam dan melihat ibunya sedang tertidur di sampingnya.
Situasi tersebut justru memicu luapan emosi yang selama ini terpendam.
“Adik tiba-tiba terbangun dan memandang korban yang tidur di sampingnya, dan hal itu semakin menimbulkan rasa marah,” jelas Calvijn.
Kasus ini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan masyarakat, terutama terkait pengawasan anak, kekerasan dalam rumah tangga, serta dampak konten digital terhadap psikologis anak.

