Luminasia, Internasional - Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjelaskan bahwa perangkat smartphone, laptop, dan elektronik akan dibebaskan dari beban tarif pajak. Pernyataan ini disampaikan pada Jumat (11/4/2025) waktu AS.
Dilansir Kompas.com, Regulator US Customs and Border Protection (Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS) merinci barang-barang seperti smartphone, laptop, hard drive, monitor layar datar, beberapa chip, hingga mesin yang memproduksi semikonduktor akan memenuhi syarat untuk pengecualian tarif impor.
Kebijakan ini ini mengindikasikan ponsel pintar, laptop, dan lainnya tidak akan dibebankan pajak 145 persen yang diberlakukan untuk negara China saat ini, maupun tarif dasar 10 persen dari negara lain. Walau demikian, produk-produk elektronik di atas masih akan dikenakan tarif 20 persen yang sudah diberlakukan per awal tahun 2025.
Kebijakan ini membawa angin segar untuk Apple, Samsung, hingga Nvidia. Sebab, perubahan tersebut menjadi langkah untuk membantu para produsen elektronik untuk tetap menjaga harga barang elektronik, khususnya yang tidak diproduksi di AS, menjadi lebih rendah.
Sebagaimana dikutip KompasTekno dari AP News, Minggu (13/4/2025) pengecualian barang-barang di atas mencerminkan kesadaran presiden soal tarif pajak yang dikenakan China tidak akan berdampak signifikan terhadap pengalihan produk HP, komputer, dan gadget dalam waktu dekat.
Walaupun terjadi, kemungkinan besar pemerintah harus membuat kebijakan tambahan untuk membuat pabrik produksi sendiri di AS, seperti Apple.
Apple saat ini menjadi salah satu perusahaan teknologi yang paling terdampak akibat kebijakan tarif pajak yang diberlakukan oleh Trump.
Hal ini dikarenakan, Apple memiliki ketergantungan dalam urusan produksi dan rantai pasokan perangkat bikinannya di China. Mulai dari iPhone, iPad, hingga MacBook.
Jika regulasi ini menekankan kebijakan pengalihan pabrik, maka hal ini akan memaksa Apple harus untuk memproduksi iPhone buatannya di Amerika Serikat untuk pertama kalinya.
Walau demikian, hal itu menjadi sulit karena Apple sudah memiliki rantai pasokan yang mapan selama berpuluh tahun di China. Sebaliknya, biaya yang digelontorkan untuk kembali membangun pabrik rakitan iPhone baru di AS akan sangat besar.